
Tujuh Mata Rantai Beras
17 February 2016
RADAR PALEMBANG – Harga beras di pasar, kian jor-joran. Padahal, stok beras mencukupi. Panjangnyanya mata rantai distribusi makanan pokok ini, membuat harganya sulit turun. Ada tujuh mata rantai yang harus dilalui beras sebelum sampai ke tangan konsumen.
Persatuan Pengusaha Penggilian Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) menilai, salah satu hal yang membuat harga beras sering mengalami fluktuasi karena kondisi pengilian yang butuh revitalisasi total. Selain itu penyebab lain banyaknya mata rantai mulai dari petani hingga ke konsumen.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengungkapkan, sebetulnya jika melihat stok beras yang ada saat ini sangat aman untuk kebutuhan masyarakat. Namun yang menjadi permasalahan, kenapa di saat kondisi stok pangan sudah mencukupi, sering terjadi fluktuasi harga yang kian tinggi di berbagai daerah.
Alasannya, mata rantai perdagangan beras saat ini terlalu panjang. Dari rilis yang dilakukan Badan Pusat Statistik setidaknya perdagangan beras bisa melebihi tujuh mata rantai. Padahal seharusnya, cukup dengan empat mata rantai saja. Beras semestinya setelah dari petani langsung dijual ke pabrik penggilingan.
“Di sinilah peran serta pemerintah sangat dibutuhkan. Seharusnya ada gebrakan yang dilakukan untuk memutus mata rantai penjualan beras ini. Apalagi, kondisi mata rantai ini sering diperparah dengan arus silang penjualan lintas daerah, pola pendistribusian juga butuh pembenahan,” katanya saat menghadiri acara penanaman padi perdana di persawahan tata air mikro dengan sistem kanalisasi dan pompanisasi dilahan rawah lebar yang dilakukan PT Buyung Poetra Sembada, Sabtu (13/2).
Selain masalah mata rantai perdangan beras, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi penggilingan yang sudah sangat tua. Mayoritas penggilingan padi yang ada saat ini, butuh revitalisasi. Sebab, dengan menggunakan mesin penggilingan yang tua maka biaya operasional giling padi akan membengkak. “Saat ini saja di sentra penghasil padi banyak kondisi penggilinan yang tidak layak pakai, bahkan ada sentra yang masih kekurangan pabrik penggilian,” jelas dia.
High Cost tentu akan terjadi. Sebab, padi harus diangkut ketempat lain agar bisa dilakukan proses penggilingan yang sempurna. Sejauh ini, dari data yang dimiliki Perpadi Indonesia baru memiliki 182 ribu penggilian padi, jumlah itu tentu masih sangat jauh dari kata mencukupi.
Kepala Perum Bulog Divre Sumsel, Miftah Adha mengungkapkan, Bulog tahun ini rencananya akan menambah enam gudang dan tempat penggilian baru di Sumsel. Derah sentra penghasil beras akan menjadi fokus utama penambahan.
“Rencananya tahun ini akan ada penambahan enam gudang dan tempat penggilingan baru sepreti di Musi Rawas, Empat Lawang, Padar Alam dan tiga lagi di OKU, dan OKU Timur. Sementara yang sudah eksisting sekarang ada di Muara Telang, Kayuagung, dan tempat lain yang menjadi sentra beras,” katanya.
Sementara proses penanaman padi perdana di persawahan tata air mikro dengan sistem kanalisasi dan pompanisasi di lahan sawah lebar yang dilakukan PT Buyung Poetra Sembada merupakan pola baru untuk mengatasi kesulitan pengaturan air di sawah lebak.
PT Buyung sebelumnya melakukan study banding ke Vientnam sebelum menerapkan sistem kanalisasi dan pompa nisasi ini. “Dengan sistem ini, kami yakin produksi padi akan meningkat menjadi 8 ton perhektar dari sebelumnya 3 ton. Sementara untuk proses tanam sendiri bisa sampai tiga kali pertahun,” kata Sukarta Buyung Direktur PT Buyung Poetra Sembada. (iam)
SAHAM HOKI
CONTACT INFO
- Pasar Induk Cipinang Blok K No. 17
Cipinang - Pulo Gadung
Jakarta Timur 13240 - Mail : info@topikoki.com